Diduga Dana Bumdes 100 Juta "Dibagi-bagi" Kepada Aparat Desa di Malaka

Malaka, GerbangNTT. Com - Pemerintah Desa Taaba, Kecamatan Weliman, Kabupaten Malaka, NTT mengalokasikan dana desa tahun 2019 untuk penyertaan modal kepada Bumdes senilai Rp 100 juta.

Pengelola Bumdes menjalankan bisnis keuangan dengan cara memberikan kredit kepada masyarakat. Namun, sebagian besar masyarakat yang menerima kredit adalah aparat desa dan warga yang memiliki hubungan keluarga dengan kepala desa. Di dusun Klatun, warga yang mendapatkan dana dari Bumdes adalah Ketua RT, RW dan Kepala Dusun. Hal yang sama terjadi Dusun Fatukres, Dusun Nomen, Lakfatu dan Dusun Pelita.

Praktek bisnis yang dilakukan pengelola Bumdes Desa Taaba terkesan membagi-bagi uang negara hanya kepada aparat desa. Padahal, prinsip utama Bumdes didirikan adalah untuk membantu perekonomian masyarakat di desa tanpa ada diskriminasi sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Desa dan PDTT Nomor 4 Tahun 2015 tentang Badan Usaha Milik Desa.

Masalah ini terungkap ketika ada sejumlah pelaku usaha mikro di desa Taaba, diantaranya, Agus Leki dan Marianus Asa mengeluhkan soal pengelolaan dana di Bumdes kepada wartawan, Kamis (09/04/2020).

Mereka mengaku, bumdes hanya memberikan layanan kredit kepada aparat desa, walaupun aparat desa yang bersangkutan tidak memiliki usaha sama sekali. Sedangkan para pelaku usaha yang ada di Desa Taaba tidak diberi bantuan stimulan.

Padahal, sesuai Pasal 23 ayat 1 Permen Desa dan PDTT Nomor 4 Tahun 2015 dijelaskan, BUM Desa dapat menjalankan bisnis keuangan (financial business) yang memenuhi kebutuhan usaha-usaha skala mikro yang dijalankan oleh pelaku usaha ekonomi Desa.

Leki dan Asa menuturkan, yang mereka tahu bahwa Bumdes Taaba didirikan tahun 2019. Sejak 2019 sampai 2020, mereka tidak pernah diberi kesempatan untuk meminjan dana di Bumdes. Sebagai pelaku usaha, sebenarnya mereka sangat membutuhkan bantuan modal dari Bumdes. Namun, harapan mereka tidak pernah terwujud.

"Ini kan uang pemerintah desa. Seharusnya uang ini bisa untuk pemberdayaan kami yang ada usaha kecil-kecilan dalam desa. Pemerintah desa mesti memberdayakan masyarakatnya secara adil. Jangan tebang pilih", tutur Leki diamin Asa.

Mereka juga tidak mengetahui siapa pengelola Bumdes Desa Taaba karena sejak dibentuk tidak pernah disosialisasikan kepada masyarakat umum tetapi hanya kepada aparat desa.

Mereka juga meminta Kepala Desa Taaba agar mempertimbangkan kembali rencana usaha Bumdes tahun 2020. Pasalnya, mereka mendengar informasi, Bumdes Taaba menjalani bisnis usaha kios, sementara di beberapa warga Desa Taaba sudah memiliki usaha kios.

"Yang kami tahu, Bumdes jalankan usaha yang tidak mematikan usaha masyarakat. Kami sudah ada usaha kios terus Bumdes bikin usaha kios lagi, yah pasti kami punya usaha bisa mati. Kami minta pemerintah buka usaha lain supaya usaha kami tetap hidup", pinta Leki diakui Asa.

Informasi yang diperoleh wartawan, pengelola bumdes memberikan kredit kepada aparat desa dengan nilai Rp 5 juta per orang. Penerima kredit membayar angsuran kredit dengan cara pemotongan honor aparat desa. Setiap terima honor, aparat desa yang memiliki kredit di Bumdes dipotong oleh pengelola bumdes. Bunga kredit di atas lima persen.

Informasi yang diproleh, pengelola Bumdes Desa Taaba saat ini dihandel langsung oleh Sekretaris Desa Taaba, Yosep Nemnanu (ASN), yang juga suami dari Kepala Desa Taaba, Marsela Seran. Hal ini sangat bertentangan dengan Permendes PDTT tentang Pembentukan dan Pengelolaan Bumdes. Dalam aturan, jabatan pengelola Bumdes bukan perangkat desa tetapi warga biasa yang dianggap mampu dan memenuhi syarat.

Sebagian besar warga Desa Taaba merasa kesal dengan pengelolaan Bumdes yang tidak transparan dan warga menduga ada indikasi penyelewengan anggaran. Pasalnya, pembentukan bumdes hanya diketahui aparat desa, yang boleh kredit di bumdes hanya aparat desa, pengolah bumdes adalah perangkat desa. Warga belum mengetahui laporan pertanggungjawaban pengelolaan dana bumdes tabub 2019 senilai 100 juta.

Terhadap masalah ini, masyarakat meminta kepada BPD Taaba agar melakukan evaluasi pengelola bumdes Desa Taaba. BPD harus berani menyuarakan kepentingan masyarakat. Jika BPD tidak menjalankan tugas dan fungsinya, maka masyarakat akan melaporkan kepada pemerintah tingkat atas baik di kecamatan maupun di kabupaten.

Terpisah, Kepala Desa Taaba, Marsela Seran yang dikonfirmasi membantah berbagai penyelewengan ADD.

Kades Taaba menegaskan dirinya selama memimpin tidak pernah menyalahgunakan anggaran Desa Taaba.

"Tidak ada, kita pemeriksaan inspektorat dan BPK tahun 2019 yang menjadi contoh Tabaa Laleten, tidak ada apa-apa," pungkasnya melalui sambungan telepon selulernya, Kamis (09/04/2020) malam.

[No/G-Ntt]
Lebih baru Lebih lama