Tangisan Maria dari Ketinggian Teluk Gurita

Bernadinus Mali
Oleh

Bernadinus Mali

Perbincangan seputar Belu tiada habisnya. Kota kecil di beranda depan NKRI kini menjadi daerah yang terus dilirik banyak orang. Berbagai potensi local dan keberadaannya tepat di perbatasan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Negara Timor Leste, serta kemegahan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Mota’ain menjadi daya tarik dan daya pikat pengunjung baik lokal maupun pengunjung mancanegara. 

Tak hanya itu, geliat pemerintah Kabupaten Belu di bawah nahkoda Wilibrodus Lay dan J.T. Ose Luan mempromosikan kabupaten Belu dengan berbagai festival tentu memberi andil untuk itu.

Hal ini tentu berdampak positif di berbagai aspek, yang mana dari hal-hal itulah Belu kian dikenal baik secara nasional maupun di kancah internasional.

Belu, secara kasat mata memberi kesan baik bagi kebanyakan orang. Eksistensinya terlihat dengan adanya berbagai festival seperti festival cross border, Festival Fulan Fehan, Festival Foho Rai, serta upaya nyata pemerintah dan stakeholder-nya mempromosikan potensi wisata, kain tenun khas Belu dan lain sebagainya.

Hal ini tentu dapat dipahami sebagai suatu usaha dan prestasi Pemerintah Kabupaten Belu. Bahkan akhir-akhir ini Belu kian dikenal dengan berdiri megahnya sebuah patung besar (Patung Bunda Maria) di teluk gurita. Kehadiran patung bunda maria terlihat indah dan diterima baik oleh kalangan masyarakat Belu, bahkan oleh orang-orang di luar daerah Belu.

Kehadirannya lantas memunculkan pertanyaan sederhana dalam benak Penulis, apakah kehadiran Patung Bunda Maria merupakan suatu resolusi tahun baru 2020 yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten Belu, pasalnya kehadiran ini bertepatan dengan moment tahun baru 2020.

Pembangunan Patung Bunda Maria sebuah Resolusi tahun baru 2020?

Pada hakekatnya, upaya Pemerintah memajukan Belu tentu sangat diapresiasi dan didukung oleh Penulis. Salah satunya adalah dengan berdiri megahnya Patung Bunda Maria Segala Bangsa di Teluk Gurita tersebut.

Kehadiran Patung Bunda Maria di lokasi ini dengan sendirinya membuktikan kepada dunia bahwa Belu mempunyai pemandangan laut yang tak kalah indah yakni teluk gurita.

Teluk Gurita yang konon dengan cerita cerita mistis kini disulap pemerintah Belu menjadi pemandangan yang indah dengan berdiri megahnya sebuah Patung Bunda Maria.

Kehadiran Patung Bunda Maria menjadi dambaan banyak orang hal ini mungkin dikeranakan mayoritas orang Belu dan sekitarnya menganut keyakinan Katolik.

Di awal tahun 2020, kehadiran patung bunda Maria laksana resolusi iman umat keusukupan Atambua, Pasalnya Pengunjung yang cenderung mengunjungi daerah tidak hanya berasal dari Kabupaten Belu, melainkan terdapat juga dari daerah tetangga seperti Masyarakat Kabupaten Malaka, dan TTU yang keduanya tergabung dalam satu kesatuan komunitas gereja katolik yakni Keusukupan Atambua.

Pada kondisi demikian, jika dilihat dari perspektif iman katolik, baik adanya. Wajar dan beralasan jika pembangunan patung yang belum lama ini dikunjungi banyak orang yang pengunjungnya kian membludak dari hari ke hari. 

Kendati demikian, Kehadiran patung bunda Maria tidak bisa dilihat dari perspektif iman katolik semata, melainkan perlu dilihat dari berbagai perspektif salah satunya aspek sosial kemasyarakatan dengan mengedepankan asas kemanfaatan dan dampak ekonomi masyarakat, Pasalnya pembagunan Patung Bunda Maria bukan bersumber dari kolekte (sumbangan suka rela) umat keusukupan Atambua, atau bersumber dari gereja melainkan dari biaya Pemerintah Daerah Kabupaten Belu yang nilainya cukup besar.

Pada titik ini Penulis hendak mengatakan bahwa Pembangunan Patung Bunda Maria dapat mennghapus dahaga iman ratusan dan ribuan masyarakat Kabupaten Belu, namun tidak bisa serta merta menghapus dahaga dan “rasa lapar” jasmani masyarakat Belu di pelosok-pelosok desa yang hidupnya serba kekurangan.

Kehadiran Patung Bunda Maria memberi kebahagiaan sesaat.

Muncul pemikiran konyol dalam benak bahwa pembanguan patung Bunda Maria di tengah berbagai persoalan daerah Belu bukan merupakan solusi yang terbaik di penghujung masa jabatan Bupati dan Wakil Bupati Belu.

Pasalnya Pemerintah terlihat seakan menutup Mata dan telinga untuk mendengar dan melihat isak tangis warga, atau dengan kata lain Pemerintah berada dan mengambil peran gereja untuk memberikan makan dan minuman rohani kepada mereka yang haus dan lapar secara jasmani.

Padahal kenyataanya kebutuhan rohani merupakan kebutuhan tambahan manusia dan itu bukan merupakan sesuatu yang wajib. Semoga Pemerintah mempunyai target dan tujuan lain dengan pembangunan ini.

Pembangunan Patung Bunda Maria merupakan bukti kegagalan pemerintah Belu mewujudkan Belu yang sejahtera secara jasmaniah namun di lain sisi sebagai bentuk perwujudan Belu yang sukses dan sejahtera secara batiniah.

Pertanyaannya apakah dengan didirikannya patung Bunda Maria berbagai persoalan masyarakat di Belu dapat teratasi?, berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk berdiri megahnya sebuah patung bunda Maria?.

Pada titik ini secara sadar Penulis hendak  mengatakan bahwa Penulis tidak menolak kehadiran patung bunda Maria di teluk gurita namun Penulis menyayangkannya dengan satu pertanyaan sederhana lagi apakah pembangunan patung bunda Maria merupakan  skala prioritas Pembangunan di penghujung tahun kepemimpinan Bupati dan wakil Bupati Belu saat ini atau sekedar mendulang simpati warga?. Semoga tidak! Semoga Pemerintah mempunyai target dan tujuan lain dengan pembangunan ini.

Kehadiran Patung Bunda Maria hanya memberikan kebahagiaan sesaat. Mengapa demikian, karena pada hakekatnya masyarakat bangga dengan kehadiran patung bunda maria, namun tak dapat menutup isak tangis warga di pelosok-pelosok dengan berbagai persoalan serius lainnya di daerah Belu.

Sejatinya bukankah Pemerintah era ini lebih mengutamakan kesejahteraan rakyat dibandingkan dengan kesejehtreaan iman yang toh pada akhirnya berkaitan dengan surga, antara ada dan tiada. Apakah Pemerintah saat ini lebih mengutamakan suatu mujizat dibandingkan dengan membangun ekonomi masyarakat kabupaten Belu. Semoga tidak. Semoga Pemerintah mempunyai target dan tujuan lain dengan pembangunan ini.

Eksistensi Patung Bunda Maria yang tak nampak

Kehadiran Patung bunda Maria memberikan kebahagiaan bagi banyak orang, namun Penulis yang jauh di daerah Belu saat melihat keindahan patung bunda Maria dengan isak tangis dalam dada. Isak tangis Penulis bukan karena Penulis mempunyai kerinduan untuk berada di lokasi dan berfoto ria tepat di kaki patung itu seperti kebanyakan orang saat ini, melainkan adanya kondisi di mana Penulis merasakan adanya isak tangis di pelosok-pelosok oleh Janda, yatim piatu, dan kebanyakan masyarakat yang memilki rumah yang tak layak huni apalagi di musim hujan seperti saat ini, tangisan warga yang kesulitan air bersih di pelosok dan lain sebagainya.

Tak hanya pada tahap itu, kehadiran Patung bunda Maria terkesan dipaksakan. Pasalnya adanya kenyataan bahwa ketidaksiapan pemerintah dalam proses dan pengelolaanya. Mengapa demikian, karena kehadiran Patung Bunda Maria seakan dipaksakan dibuka sehingga nampak ketidakjelasan menjadikannya sebagai obyek wisata Bahari atau Obyek Wisata Rohani.

Di mana eksistensi Patung Bunda Maria? Eksistensi patung bunda Maria perlu dipikirkan saat ini pasalnya kehadiran patung bunda Maria di teluk gurita belum seberapa lama.

Jika  ingin dijadikan wisata Rohani perlu dan penting untuk penataan yang serius dan rutin dengan diberikan kepercayaan kepada Misionaris atau Birawan/Biarawati dari komunitas tertentu atau ke pihak Keuskupan Atambua untuk mengelola dengan tujuan agar dapat memugar kembali dan menyulap menjadi wisata rohani yang kaya akan makna religious dan menjadi tempat ziarah terbaik di Pulau Timor selain Gua Maria Bitauni di TTU dengan tetap memperhatikan besaran pemasukan sebagai bagian tak terpisahkan dari PAD kabupaten Belu ke depan.

Namun sebaliknya jika Pemerintah Belu ingin menjadikan ini sebagai wisata Bahari, tentu Patung Bunda Maria tetap berdiri megah hanya untuk berswafoto ria (Selfie) semata seperti terlihat saat ini. Semoga Pemerintah mempunyai target dan tujuan lain dengan pembangunan ini.

Langkah menjadikan Obyek wisata Rohani yang dikelola oleh kaum Biarawan/i diyakini Penulis merupakan langkah yang baik agar menunjukan kekhasan wisata rohani di Belu sehingga Pengunjung dapat merasakan aura dan jiwa wisata rohani layaknya seperti taman doa/taman Ziarah Oebelo Kupang, Taman doa Nilo di Maumere (Sikka), Taman doa Bunda Maria Ratu Semesta Alam di Bajawa (Ngada), taman doa Bunda Maria dari Assumpta Ambarawa, dan lain-lain.

Namun demikian Penulis berharap agar kehadiran Patung bunda Maria di teluk gurita menjadi bahan refleksi agar kedepan pembangunan apapun di Belu dan di daerah manapun di seluruh NTT tetap mengedepankan asas kemanfaatan bagi masyaakat pada umunya, bukan mengedepankan aspek mayoritas dan lain sebagainya.

Semoga dengan hadirnya patung bunda maria di Teluk Gurita, masyarakat Belu dapat diberkati dan diberikan kehidupan yang layak dan berguna.

Salam dari Penulis, tetaplah menjadi sahabat bagi semua orang (*) 
Lebih baru Lebih lama