Karena Cinta Indonesia: Batu Terasa Tak Keras, Ketika Kesulitan Ekonomi Melilit

GerbangNTT. Com, ATAMBUA - Kebutuhan Ekonomi terutama desakan kebutuhan hidup dalam rumah tangga selalu menjadi alasan bagi setiap individu untuk beraktifitas di luar kewajaran.

Kondisi ini tidak hanya terjadi pada setiap laki-laki (suami) sebagai pemberi nafkah untuk keluarganya tetapi kaum hawa yang lemah secara fisik pun bisa menjadi keras secara fisik untuk melakukan hal yang sama.

Sebagaimana pantauan Media ini Minggu (03/06/2018) siang, aktifitas di kali Talau (Haliwen), Kelurahan Manumutin, Kecamatan Kota Atambua, Kabupaten Belu, tidak sedikit kaum hawa (Ibu-ibu) yang secara nekat melakukan aktifitas pecah batu kali (Titi batu kali,red) di sepanjang kali Talau-Haliwen untuk membantu sang suami dalam menafkahi kebutuhan hidup keluarga mereka.

Salah satunya, Mery Dos Santos. Perempuan paruh baya asal Timor Timur (Sekarang Timor Leste) yang sekarang memilih menetap dan bertahan sebagai warga negara Indonesia sejak pasca jajak pendapat tahun 1999.

Mery yang lahir di Ainaro 55 tahun silam itu kini menetap sebagai warga RT 09 RW 02 Dusun Haliulun, Kelurahan Fatubenao, Kecamatan Kota Atambua, terpaksa melakukan aktifitas titi batu kali yang menurut kebanyakan orang aktifitas itu diluar kewajaran karena dilakukan oleh seorang kaum perempuan.

Aktifitas itu terpaksa dilakoni untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, dia harus menjalani hari-harinya dengan meniti batu kali meskipun batu kali keras, tapi apalah daya kesulitan selalu menjadi tuntutan dalam hidup rumah tangga. 

"Karena kita cinta Indonesia, cinta merah putih jadi walaupun menderita kita tetap bertahan," ujar Mery begitu akrab disapa.

Aktifitas memecah batu kali jadi kerikil di Kali Talau-Haliwen merupakan pekerjaan sampingan yang dilakukannya untuk selain pekerjaan pokok sebagai seorang ibu rumah tangga untuk membantu menopang suami yang penghasilannya tak seberapa dalam membiayai kebutuhan hidup mereka.
Sikap wanita setengah baya itu, cukup bijak karena dia menyadari betul bahwa jika suaminya bekerja sebagai buruh tani atau berkebun penghasilannya sangatlah terbatas untuk membiayai kebutuhan hidup dalam keluarga. Karenanya setiap kali ia menyelesaikan pekerjaan rumah, dirinya memilih pergi ke pertambangan batu di kali Talau yang jaraknya tidak jauh dari rumahnya.

Dia mengumpulkan batu sebesar kepalan tangan orang dewasa untuk dibawa pulang, kemudian dipecah menjadi kerikil. Pekerjaan itu ditekuninya sejak tahun 2000 hingga sekarang. Sebagian besar hasilnya telah digunakan membantu ekonomi keluarga, kendati belum mampu untuk mencukupi semua keperluan rumah tangganya. 

Sudah delapan belas (18) tahun setiap hari dia berprofesi seperti itu, hasilnya lumayan bisa untuk beli beras dan minyak goreng. Kadang juga untuk biaya anak sekolah, berobat kalau sakit, setiap harinya dia selalu membawa pulang 9-12 bongkahan batu ke rumahnya dan langsung dipecah. Batu-batu tersebut biasanya dibeli oleh pedagang dengan harga Rp 400.000 rupiah/ret mobil truk. Dan untuk memenuhi permintan itu dibutuhkan waktu selama sebulan.

Selain pecah batu kerikil, ibu tiga orang anak putra itu juga menggali dan mengumpulkan pasir untuk memenuhi atau menjualnya kepada pembeli atau pedagang. Satu ret truk pasir dijual dengan harga Rp. 80.000,-

Untuk pecahkan batu krikil ini, resikonya sangat tinggi karena pecahan kerikil bisa melukai sebagian tubuh terutama kaki dan bagian wajah. Dia bekerja mulai pagi sampai sore, memang rasa cape sekali belum lagi kena panas matahari dan lapar, tapi semua itu dilakukan demi memenuhi kebutuhan keluarga.

“Kalau musim hujan hanya pecah batu saja, itu pun kalo kita pilih dan bawa ke pinggir kali karena banjir. Tapi kalo musim kemarau kita kumpulkan dengan pasir juga. Iya, hasilnya bisa bantu kebutuhan keluarga,” ungkap Mery.

Semangat juang yang dilakukannya untuk menopang suaminya dalam menafkahi kehidupan keluarga itu termotivasi dari ungkapan orang bijak; Batu Terasa Tak Keras Ketika Kesulitan Ekonomi Melilit. Boleh jadi kalimat itulah yang menjadi memicu semangatnya untuk pantang menyerah terhadap kesulitan hidup yang dialaminya selama ini dan kedepannya entah sampai kapan!

[g-ntt/mp]
Lebih baru Lebih lama