Dihadapan Ribuan Simpatisan, Bacagub NTT Ini Kisahkan Hidupnya yang Menyayat Hati

GerbangNTT. Com, ATAMBUA - Bakal Calon Gubernur (Bacagub) NTT, Marianus Sae berkesempatan bertatap muka (Temu Kenal) dengan relawan dan simpatisan di Kabupaten Belu, Timor Barat.

Tatap muka bersama ribuan relawan dan simpatisan tersebut berlangsung di aula gedung Graha Kirani Atambua, Kelurahan Tulamalae, Kecamatan Atambua Barat, Kabupaten Belu, Rabu (24/01/2018) malam.

Marianus ketika diberi kesempatan untuk menyapa ribuan relawan dan simpatisan, mengawali dengan mengisahkan kehidupannya di masa kelam.

Dalam kisahnya, ternyata dibalik kesuksesan Marianus Sae yang saat ini menjabat Bupati Ngada dua periode itu, ada kisah hidupnya dimasa kecil yang sangat mengharukan dan sungguh menyayat hati.

"Saya Marianus Sae, nama Marianus Sae yang selama ini bapak mama dengar, yang saat ini ada dihadapan bapak mama, bukanlah orang hebat, saya hanya seorang anak miskin dan yatim piatu," tutur Marianus.

Marianus mengisahkan, Ia lahir dari latar belakang keluarga miskin dan sebagai yatim piatu membuat Ia di masa kecilnya harus berjuang menghadapi kerasnya hidup.

Saat berumur empat bulan, Ia mengaku diambil saudari ayahnya, karena kedua orangtuanya meninggal dunia. Sebagai yatim piatu diumur itu, Ia tak mengenal siapa ayah ibu kandungnya.

Dirinya baru mengenal orangtua kandungnya saat menduduki bangku kelas tiga SD dan hendak menerima komunio suci (sambut baru). Saat itu, guru kelasnya membacakan nama-nama siswa serta nama orangtua calon siswa penerima komunio.

“Saya protes ke guru karena nama orangtua yang dibacakan bukan nama orangtua yang selama ini saya anggap orangtua kandung saya. Barulah, guru kelas sampaikan bahwa itu ternyata orangtua angkat saya,” kisah Marianus.

Mendengar penjelasan gurunya, Marianus kecil langsung menangis dan berlari keluar dari ruang kelas.

“Saya berlari tinggalkan sekolah dan ke kebun untuk protes mama angkat saya. Saya menangis dan teriak, Mama selama ini tipu saya, saya ini hanya anak piara (anak angkat). Saya sangat sedih karena mereka bukan orangtua kandung saya,” ujar bakal calon gubernur NTT yang diusung PDI-P dan PKB ini.

Marianus menuturkan, penderitaan yang Ia alami kian bertambah setelah Ia tamat SD. Saat itu orangtua angkatnya pindah ke Kupang dan Ia pun terpaksa memilih putus sekolah.

“Setiap hari saya bantu keluarga saya kerja kebun, sawah dan beternak,” kata Marianus.

Tahun 1980, Marianus memutuskan untuk merantau ke Kota Bajawa. Disana dia bekerja sebagai penunggang kuda (joki).

Lima tahun sebagai joki kuda, Marianus pindah haluan bekerja sebagai buruh di sebuah perusahan batu bata merah dengan gaji perbulan Rp 6.000.

Disaat itulah, Marianus berpikir untuk kembali melanjutkan sekolah. Dengan keberaniannya, dia menghadap pemilik perusahaan, mengutarakan niatnya.

Niat baiknya itu disetujui pemilik perusahaan dengan perjanjian, gajinya dipotong setengah.

Atas bantuan pemilik perusahaan itu, Marianus didaftarkan ke SMP PGRI Bajawa.

“Siang saya sekolah dan malam kerja. Karena hanya bekerja malam, gaji saya hanya Rp250,” paparnya.

Sering Dipukul Guru

Untuk membiayai uang sekolah di SMP PGRI Bajawa, Marianus mengemukakan harus bekerja malam. Dengan tubuh mungilnya, dia terus berjuang melawan waktu. Gajinya hanya Rp 250, Ia gunakan untuk membayar iuran sekolah.

Karena kelelahan, Marianus pun kerap ketiduran saat jam sekolah. Dia sering dipukul gurunya, bahkan, hingga pingsan.

“Hampir tiap hari dipukul karena tidur di kelas. Mau berhenti kerja bayar sekolah pakai apa, terpaksa kerja terus,” katanya.

Berkat ketabahannya, Marianus pun dinyatakan lulus dan melanjutkan sekolahnya ke SMA.

Dari gajinya yang hanya Rp250, Marianus mampu membiayai dirinya di salah satu SMA di Bajawa.

Marianus Merantau

Setelah tamat dari SMA, Marianus memutuskan untuk merantau ke Denpasar.

Di Denpasar, Marianus bekerja sebagai cleaning servic di salah satu perusahan eksport inport dengan gaji perbulan Rp15 ribu.

Marianus menuturkan, berkat kejujuran dan kesabarannya, Ia kemudian diangkat sebagai karyawan tetap di perusahaan tersebut. Dari karyawan biasa, Ia kemudian dipercayakan pemilik perusahaan untuk menjadi manager operasional.

Sejak itu, kehidupan Marianus mulai membaik. Marianus kemudian membuka perusahaan sendiri. Dan, kini perusahaan itu sudah berkembang pesat.

Kembali ke Kampung dan Bangun Sekolah Gratis

Marianus dalam kisahnya mengungkapkan, karena rindu akan kampung halamannya, pada tahun 2006 Ia mengunjungi kampung halamannya. Dan ternyata, Dia menemukan kehidupan orang desa masih sama seperti dahulu, tidak ada perubahan, bahkan banyak anak-anak putus sekolah.

Melihat kenyataan itu, timbulah rasa protes di hati Marianus. Dia kemudian membuka sekolah gratis di desanya. Selain sekolah gratis, Ia juga membuka usaha pengembangan kayu untuk menyerap tenaga kerja warga desa.

“Semua gaji guru sampai fasilitas sekolah saya biayai. Prinsip saya, anak-anak desa harus sekolah, jangan seperti saya dulu,” tuturnya.

Berkat niat mulianya itu, kemudian dia diminta masyarakat untuk maju menjadi calon bupati. Kecintaan masyarakat itulah kemudian membawa Marianus Sae menjadi Bupati Ngada hingga dua periode.

“Saya waktu itu hanya berijazah SMA dan lawan-lawan saya sarjana, tetapi karena kepercayaan rakyat memilih saya sebagai pemimpin,” imbuh Marianus.

Membangun dari Desa

Dari pengalaman pahitnya di masa kecil itulah, Marianus Sae mengusung program unggulannya ‘membangun dari desa’. Faktanya, program membangun dari desa ini pun berhasil.

Di masa kepemimpinannya sebagai bupati, Marianus berhasil membawa Ngada keluar dari keterpurukan. Kebijakan pemangkasan anggaran yang kemudian dialihkan ke program pelayanan publik dan perampingan birokrasi, membawa Ngada menjadi salah satu kabupaten dari empat kabupaten lainnya terlepas dari julukan kabupaten tertinggal.

“Jika mau membangun daerah maka bangunlah dari desa, di desa masyarakat lebih membutuhkan sentuhan pelayanan yang namanya pembangunan itu,” paparnya.

Menurut Marianus, jika mau membangun dari desa, maka yang pertama dilakukan adalah kecilkan dahulu wilayah desa. Untuk itu desa harus didorong untuk dimekarkan.

“Jika desa ini jumlah KK nya kurang sesuai aturan maka ambil KK dari desa lain untuk lengkapi sehingga desa bisa mandiri. Dan yang harus dibangun adalah infrastruktur, kesehatan, pendidikan dan ekonomi masyarakat desa,” tutup Marianus.

Usai menyapa ribuan relawan dan simpatisan dengan mengisahkan kisah hidupnya di masa kecil, selanjutnya Marianus Ja'i dan Tebe bersama para relawan dan simpatisan yang hadir.

Untuk diketahui, turut hadir dalam pertemuan tatap muka dan temu kenal tersebut, bakal calon gubernur NTT Emi Nomleni, Ketua dan pengurus PDI-P dan PKB Kabupaten Belu-Malaka yang tergabung dalam Koalisi Kerakyatan, tokoh adat, tokoh masyarakat, ribuan relawan dan simoatisan serta undangan lainnya.

[g-ntt/mp]
Lebih baru Lebih lama