Ada Pasar Gelap di Perbatasan RI-RDTL, Ini Komentar Aparat dan Elemen Masyarakat.

GerbangNTT. Com, ATAMBUA - Aparat Pemerintah Kabupaten Belu dan elemen masyarakat dari beberapa lembaga sosial kemasyarakatan mengakui adanya pasar gelap atau black market alias praktek illegal baik penyelundupan barang dan pelintasan orang secara illegal marak terjadi di perbatasan RI-RDTL di Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Hal ini terungkap dalam diskusi tentang "Keberadaan pasar gelap dan upaya penanggulangan kegiatan ekonomi illegal di wilayah perbatasan RI-RDTL" yang di gelar Kodim 1605/Belu dengan menghadirkan beberapa instansi terkait antara lain dari Pengadilan Negeri Atambua, Imigrasi, Kepolisian, Dinas Perdagangan, Bagian Ekonomi Setda Belu, PLBN Motaain, Dinas Perlindungan Perempuan dan anak dan dari elemen masyarakat peduli hukum serta tokoh masyarakat Kabupaten Belu di Aula Dharma Andika MaKodim/1605 Belu, Kamis (30/11/2017).

Keberadaan pasar gelap di Perbatasan RI-RDTL bukan tanpa sebab, dalam diskusi tersebut aparat pemerintah dari masing-masing instansi dan elemen masyarakat dari beberapa lembaga sosial kemasyarakatan tersebut mengutarakan atau mengomentari penyebab masih ada pasar gelap di etalase negara tersebut.

Berikut hasil komentar sebagai narasumber dari masing-masing pihak yang dihimpun Media ini dalam diskusi itu.

Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kabupaten Belu, Florianus Kiik Nahak;
"Pasar gelap itu salah satunya mengarah pada penyelundupan. Yang menjadi pemicu terjadinya pasar gelap ini disebabkan karena kran perdagangan dalam hal ini pasar perbatasan resmi pada tahun 2015 seluruhnya ditutup, mulai dari Napan sampai di Motamasin, ketika itu marak sekali perdagangan ilegal.

Pasar gelap bisa di minimalisir, tetapi ada kepentingan lain karena di pasar gelap itu biasa terjadi perbedaan harga dengan standar harga yang ditetapkan pemerintah.

Sebagai upaya pemerintah meminimalisir pasar gelap, dari tahun ke tahun kita mencoba aktifkan seluruh pasar perbatasan yang ada di Kabupaten Belu sebagai tempat transaksi legal".


Kabag Ekonomi Setda Belu, Servasius Boko;
"Adanya pasar gelap atau black market ini karena aparat bermain mata dengan pelaku dan juga kegagalan sistem bea dan cukai. Yang namanya pelaku pasar gelap tidak berjalan sendiri.

Pasar gelap hanya dapat di atasi jika aparat yang bertugas di perbatasan jujur.
Kalau sepanjang kita tidak jujur dan terus bermain mata dengan para pelaku maka pasar gelap ini akan terus terjadi sampai kapanpun.

Butuh komitmen untuk dibenahi karena dampak dari pasar gelap ini sangat merugikan negara karena begitu besar pemasukan kepada negara lewat bea cukai hilang. Dan Pasar gelap ini juga sangat merugikan masyarakat karena mengganggu kesimbangan pasar".


Anggota DPRD Belu, Agustinho Pinto;
"Tindakan aparat terhadap para pelaku pasar gelap ini terkesan masih membeda-bedakan para pelaku. Aparat hanya menindak jika pelakunya adalah masyarakat kecil.

Selama ini pasar gelap yang terjadi pelakunya masyarakat kecil pasti langsung ditangkap dan diproses, tetapi kalau orang besar (pejabat) dibiarkan saja dan tidak diproses".

Ketua Forum Peduli Perempuan dan Anak (FPPA) Atambua, Suster Sesilia;
"Ada petugas yang melakukan penertiban penyelundupan bahan bakar minyak (BBM) oleh warga Belu ke Timor Leste terkesan tebang pilih.

Yang diamankan hanyalah orang kecil yang hanya membawa BBM lima sampai 10 liter namun yang pelakunya besar dan jumlah banyak dibiarkan.

Ada yang datang ke saya sambil menangis. Katanya, bensin dan solarnya dituang ke tanah begitu saja oleh petugas. Padahal bensin dan solar itu dibeli pakai uang pinjaman.

Bagaimana kalau dicari solusinya agar dilegalkan saja".


Perwakilan Forum Masyarakat Peduli Hukum Kabupaten Belu, Vicky Nahak;
"Ketegasan dan tanggungjawab pemerintah dan aparat penegak hukum termasuk pemerintah desa selama ini kurang maksimal.

Sejauhmana penanganan beberapa kasus besar yang sudah berlangsung sejak 2015 dan 2016. Kalau tidak diselesaikan maka akan menjadi penilaian buruk bagi semua institusi penegak hukum”.


Kepala Seksi Informasi dan Sarana Komunikasi, Gunawan Kuntoro;
"Praktek ilegal yang terjadi di perbatasan ini wajar saja karena negara kita lebih maju dari negara tetangga Timor Leste.

Terkait adanya kegiatan illegal ini juga karena luasnya batas yang tidak terpantau, tidak monitor atau tidak terjaga, ini memang sangat sarat dengan pelintasan illegal baik orang dan barang.

Kalau saya bukan aturannya yang kurang, cuma kita punya porsi masing-masing untuk menjaga perbatasan ini.

Secara keimigrasian, tentu barang dan orang melintas batas wajib menggunakan dokumen resmi (pasport). Sementara kita terikat hubungan kekeluargaan, persaudaraan yang erat. Oleh karena itu dari imigrasi memberikan kebijakan Pas Lintas Batas-PLB, ini gratis.

Terkait masih adanya praktek illegal (pelanggaran), Saya berharap pemerintah dalam hal ini instansi terkait untuk sama-sama mencarikan solusi dengan mempertimbangkan hubungan latar belakang kekeluargaan yang ada".


Kasat Reskrim Polres Belu, Iptu Jemy Noke;
"Kepolisian tetap berupaya untuk menindak pelaku pasar gelap semisal penyelundupan BBM ke Timor Leste karena merupakan kejahatan.

Namun, terkadang pihaknya tidak memproses warga yang hanya membawa lima atau 10 liter.

Ada lima perkara BBM yang kami tangani karena itu menjadi mata pencaharian dan patut kami proses. Tapi yang lain, kami tidak proses. Kalau lima liter kami kesampingkan tapi kalau lima jeriken ukuran besar ke atas sudah kami proses".


Sebagai simpulan, diakhir diskusi yang berlangsung khidmat itu, Paulus Dola selaku moderator mengemukakan bahwa, untuk meminimalisir pasar gelap, perlu hilangkan ego sektoral yang masih ada dan perlu membangun sinergitas antara semua pihak yang terkait baik pemerintah, swasta maupun seluruh elemen masyarakat yang ada di perbatasan.


[g-ntt/mp]
Lebih baru Lebih lama