Diduga Sebulan Tak Ada Infus Set, Pasien DBD Anak di RSUD Atambua Meninggal

Atambua, GerbangNTT. Com - Salah satu pasien anak penderita Demam Berdarah Dungue (DBD) yang tengah menjalani perawatan medis di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Mgr. Gabriel Manek, SVD Atambua akhirnya meninggal pada Rabu (26/02/2020).

Diduga, pasien anak penderita DBD itu harus meninggal karena ketersediaan infus set (alat untuk meneteskan infus yang dihubungkan dengan infus pump) di RSUD tersebut tidak ada (kosong) selama satu bulan terakhir.

Demikian informasi yang dihimpun dari sumber media ini, Rabu (26/02/2020) malam.

Menurut sumber yang juga mengabdi di Rumah Sakit (RS) milik Pemda Belu tersebut, pihaknya selama ini sangat kewalahan dan tidak sanggup untuk menangani pasien DBD anak di RS itu.

Hal ini lantaran ketersediaan infus set yang mereknya sama dengan infus pump yang ada di RS itu tidak ada (kosong). Sehingga, pelayanan untuk memberikan cairan kepada pasien hanya dilakukan secara manual yang bisa saja tidak akurat.

Terkait dengan pasien anak penderita DBD yang meninggal, sumber ini menjelaskan, awalnya pasien mengeluh nyeri pada perutnya sejak sore, tetapi juga obatnya tidak ada di RS itu.

Menurutnya, pasien DBD yang tengah dirawat pihak RSUD Atambua sejak Januari lalu sangat membludak, namun pihaknya kewalahan karena ketersediaan alat dan obat tersebut tidak ada.

Pantauan langsung media ini di RSUD Atambua, Kamis (27/02/2020) pagi, memang khusus pasien anak penderita DBD cukup banyak.

Seperti disaksikan di ruang Dahlia, ruangan (kamar) yang hanya berjumlah 8 itu tidak bisa ditempati semua pasien. Sehingga, tiga anak pasien hanya di tempatnya untuk menjalani perawatan di lorong ruangan tersebut.

Kabid Penunjang RSUD Atambua, Henny Nahak mengakui benar ketika dikonfirmasi terkait ketidak ketersediaan infus set untuk penanganan pasien anak penderita DBD.

Namun demikian, Henny mengatakan, ketersediaan infus set di RS tersebut bukan tidak ada sama sekali, tetapi kebetulan yang tersedia (ada) tidak cocok dengan infus pump yang digunakan pasien.

"Soal ketersediaan infus set, bukan tidak ada sama sekali, kita punya tetapi kebetulan sekali yang ada, yang tersedia itu tidak cocok dengan infus pump yang sedang dipakai di pasien. Memang itu kemarin ada sedikit kesulitan tetapi infus tetap," katanya.

"Tadi malam sudah ada, sudah tersedia. Jadi kita berusaha kalau tidak ada di satu perusahaan kita coba untuk cari di perusahaan lain. Atau misalnya kalau perusahaan jauh, kita coba untuk pinjam dulu di RS terdekat lain. Selalu seperti itu," sambung Henny.

Henny membantah jika pasien anak DBD yang meninggal akibat ketiadaan infus set tersebut.

"Kalau terkait pasien kemarin (meninggal) saya sangat yakin bukan karena alat itu (infus set), adik itu bukan tidak dapat cairan sama sekali, dia menggunakan infuset yang agak sedikit berbeda," sebut Henny.

Kabid Pelayanan, Sipri Mali menambahkan, pihak RSUD Atambua saat ini tengah merawat kurang lebih sepuluh pasien anak penderita DBD.

"Hasil lab, positif DBD 10 orang (pasien), yang sementara di rawat di ruangan ini (ruang Dahlia) 9 pasien, 1 pasien sementara di ICU dan dari sepuluh ini ada satu pasien yang kritis (rujukan) dari RS Sito kemarin sore tetapi kondisinya sudah membaik," ungkap Kabid Sipri.

Terpisah, Kadis Kesehatan Kabupaten Belu, dr. Joice Manek yang dikonfirmasi mengaku masih sementara pertemuan (rapat) dengan Bupati Belu.

Untuk diketahui, pasien anak penderita DBD yang meninggal di RSUD Atambua, diketahui berinisial FSS (5,7) yang sedang mengenyam pendidikan usia dini (PAUD) St. Henricus Haliwen, Desa Kabuna, Kecamatan Kakuluk Mesak, Kabupaten Belu.

[No/G-Ntt]

Lebih baru Lebih lama