Covid-19 Terus Meningkat: Pemerintah NTT Jangan Takut Bayangan! (Refleksi Hari Kebangkitan Nasional dan Misi NTT Bangkit, NTT Sejahtera)

Oleh:
Bernadinus Mali

Virus Corona (Covid -19) kini menjadi pandemic dunia. Virus yang pertama kali ditemukan di kota Wuhan, Cina, pada akhir Desember 2019 ini menyebar begitu cepat ke seluruh penjuru dunia. Dunia seakan dikagetkan dengan kehadirannya. Pemberitaan media ceak dan elektronik baik media Internasional, media Nasional, Media lokal dan bahkan platform media sosial  terus didominasi oleh berita Covid-19 hingga hari ini. 
 
Jutaan nyawa manusia melayang dalam kurun waktu sesingkat itu.  Data sebagaimana dilansir  dari laman Worldmeters, total kasus di dunia terkonfirmasi hingga hari ini (20 Mei 2020) sebanyak 499.234 Jiwa. Dari total  tersebut, sebanyak 325.124 jiwa meninggal dunia dan 1.970.647 jiwa dinyatakan sembuh.

Di Indonesia kasus pertama muncul pada awal Maret 2020. Grafik peningkatan Covid-19 di Indonesia,  meningkat pesat dari hari ke hari. Hingga hari ini terkonfirmasi sebanyak 18.496 jiwa dengan penyebaran di 34 Provinsi. Dari total tersebut tercatat 1.221 Jiwa meninggal dunia dan 4.467 jiwa dinyatakan sembuh.

Covid-9 adalah sebuah ketakutan

Covid-19 menyebabkan infeksi pernapasan berat, seperti infeksi paru-paru (pneumonia), Middle-East Respiratory Syndrome (MERS), dan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS).

Virus ini bisa menyerang siapa saja, baik bayi, anak-anak, orang dewasa, lansia, ibu hamil, maupun ibu menyusui. Tentu virus ini menjadi satu ketakutan dunia saat ini.
Kondisi demikian lantas memaksa para Ilmuwan, Tenaga Medis, dan semua pihak terlibat aktif memeranginya, pasalnya Covid-19 tidak hanya menyerang sistem pernapasan manusia yang menyebabkan kematian semata, namun lebih dari itu virus ini dapat menyerang psikologi manusia, ekonomi, budaya, agama dan semua aspek kehidupan di dunia secara global.

Pada aspek Psikologi, Pemberitaan yang masif terkait corona tentunya menimbulkan ketakutan, dan kepanikan luar biasa. Pada titik ini dapat dikatakan bahwa dalam memerangi Covid-19, hal pertama dan terpenting adalah berani melawan diri sendiri. Manusia dituntut untuk melawan ketakutan dan kepanikan dalam diri, serta manusia dituntut untuk menjaga pola hidup pribadi dan sosial yang sehat.

Pada aspek ekonomi, sebagaimana diketahui berbagai aktivitas bisnis terhenti, PHK Karyawan terjadi di mana-mana, kelaparan, dan berbagai persoalan kompleks  lainnya yang tidak secara khusus diangkat dalam tulisan ini.

Ketakutan terhadap Covid-19 yang memiliki daya sebar yang begitu cepat dan dampak-dampak dari Covid-19 tentu dirasakan oleh semua Negara. Sebagai upaya mengatasi hal tersebut berbagai tindakan dilakukan.

Penerapan Lock Down di berbagai Negara, Physical distancing, Social Distancing, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Indonesia, dan juga berbagai riset dan penelitian dalam mencari vaksin Covid-19 tentu terus dilakukan hingga detik ini.

Bagaimana Covid-19 di NTT?

Berbicara mengenai Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), cenderung yang dibahas adalah keindahan alamnya dan atau tentang persoalan kemiskinan, juga tidak terlepas dari persoalan Perdagangan orang NTT, yang adalah suatu kenyataan hingga detik ini di tengah pandemic COvid–19.

Menyimak penyebaran Covid-19 di daerah ini, cukup menarik. Pada mulanya ketika semua penjuru dunia  dan daerah daerah lain di Indonesia Panik akan Covid-19, di daerah ini masih santai dan bahkan dengan kearifan-kearifan lokal yang diyakini dapat menghalangi Covid – 19 masih terjadi di sana. Berbagai ritual dilakukan sebagai suatu keyakinan memerangi Covid-19, namun lama kelamaan akhirnya daerah ini terjangkit juga.

Pada kondisi demikian, bukannya Penulis tidak percaya terhadap kebiasan dan kearifan lokal tersebut tetapi pada kenyataannya ada satu persoalan yang secara tidak langsung, entah disadari atau tidak bahwa keterlambatan penyebaran Covid-19 di NTT bukan serta merta karena adanya berbagai ritual-ritual adat melainkan sebagai satu bukti bahwa NTT adalah daerah yang selalu berjalan lambat dibandingkan dengan daerah lain-lain.

Rapid test masif dilakukan bahkan sampai kelabakan setelah warganya dinyatakan positif Covid-19. Peran penting, kesiagaan dan ketangkasan pemerintah NTT teruji pada titik ini tanpa kita sadari.

Penyebaran Covid-19 di NTT kian meningkat dari hari ke hari. Hingga hari ini terkonfirmasi sebanyak 79 orang dan  4 orang dinyatakan sembuh. Data yang ada sudah barang tentu akan meningkat dari hari ke hari. Sebagai upaya mengatasi persoalan ini tentu peran semua pihak dibutuhkan, teristimewa Pemerintah NTT. Namun demikian perlu Penulis tegaskan bahwa Pemerintah NTT dengan misi mulia dan semangat NTT bangkit NTT sejahtera sejatinya tidak perlu takut akan bayangan.

Mengapa demikian, sekali lagi Penulis katakan bahwa perang melawan Covid-19 adalah perang melawan diri sendiri. Pemerintah NTT pun diharapkan untuk berani melawan diri sendiri. Melawan diri sendiri yang dimaksud di sini adalah selain transparansi, monitoring dan evaluasi yang rutin, Pemerintah NTT perlu dan penting untuk berkaca dari persoalan-persoalan sebelumnya.

Sebagai salah satu contoh, persoalan Demam Berdarah Dengue (DBD) menjadi Kejadian Luar Biasa di NTT pada umumnya dan beberapa daerah Seperti Kabupaten Sikka, Kabupaten Belu dan lain lain pada awal tahun 2020.

Berdasarkan data Kemenkes hingga 4 April 2020, kasus DBD terbanyak terjadi di Jawa Barat dengan total 5.894 kasus. Disusul oleh NTT sebanyak 4.493 kasus, Lampung 3.682 kasus, Jawa Timur 3.045 kasus, dan Bali 2.173 kasus. Total kasus DBD di seluruh Indonesia sejak Januari hingga 4 April 2020 sebanyak 39.876 kasus. Namun angka kematian akibat DBD tertinggi berada di NTT, yaitu 48 jiwa. Kemudian Jawa Barat 30 jiwa, Jawa Timur 24 jiwa, Jawa Tengah 16 jiwa, dan Lampung 16 jiwa  (Sumber : Tempo.Co).

Satu kenyataan yang tidak dapat pungkiri adalah angka kematian akibat DBD tertinggi ada di NTT. Pertanyaannya, sejauh ini bagaimana peran Pemerintah mengatasi ini. Apakah Pemerintah NTT membiarkan masyarakatnya meninggal karena DBD, berapa banyak masyarakat NTT yang saat ini berada di rumah sakit karena DBD, berapa dana yang dialokasikan Pemerintah untuk mengatasi persoalan DBD?.

Pada kondisi demikian, perlu saya tegaskan bahwa persoalan mengatasi Covid-19 dan DBD adalah mutlak dibutuhkan. Pemerintah tidak serta meninggalkan, mengabaikan atau “menganak-tirikan” persoalan DBD yang angka kematiannya besar di samping Covid-19 yang mempunyai daya sebar yang besar itu pula.

Sebagaimana diketahui bahwa Provinsi NTT pada tahun in mengalokasikan dana sebesar Rp. 286.857.476.000, sedangkan total seluruh anggaran di 22 kabupaten/Kota mencapai Rp.942.999.025.441, yang apabila dikalkulasikan anggaran penanganan Covid-19 antara Kab/Kota dan Provinsi sungguh fantastis yakni Rp. 1.139.964.768.451. Dari total tersebut rincian besaran anggaran dari Kabupaten Belu sebesar Rp. 61.004.659.068, Kabupaten Sikka  Rp. 47.506.840.218, dan daerah dengan anggaran penanganan Covid-19 terbanyak pada Kabuoaten Manggarai Barat dengan nominal Rp.78.631.041.437.

Berangkat dari kondisi ini satu pertanyaaan sederhana adalah berapa biaya yang digunakan untuk mengatasi persoalan DBD?, Jika ada Apakah dana tersebut di atas sebanding dengan upaya pemerintah mengatasi Covid-19?, Jika tidak ada apakah Pemerintah NTT membiarkan masyarakatnya meninggal begitu saja?, Berapa masyarakat NTT yang saat ini masih  berada di ICU, di ruang rawat inap karena DBD?

Pada titik ini Penulis berharap agar Pemerintah NTT pada umumnya dan Pemerintah daerah (22 Kab/Kota) khususnya tidak serta merta takut akan penyebaran Covid-19 kemudian membiarkan masyarakatnya merana dan meninggal karena DBD.

Semoga di hari kebangkitan Nasional ini, Pemerintah NTT yang mempunyai misi NTT bangkit dan NTT Sejahtera tetap semangat dan memperlakukan masyarakatnya secara adil, transparan, dan terus mencintai rakyatnya. Jangan menutup sebelah mata terhadap kedua persoalan ini.(*)

Lebih baru Lebih lama